Lokasi Anda saat ini adalah:Harum Energy > Lestari
Bendolole, Peninggalan Sejarah di Kelurahan Kricak
Harum Energy2025-02-07 10:01:53【Lestari】1rakyat jam tangan
Perkenalansemarjitu loginMenyediakan konten berita menarik dalam dan luar negeri yang komprehensif,Di sudut kampung Bangunrejo, tepatnya di RW 12 Kelurahan Kricak, Kemantren Tegalrejo, Kota Yogyakart mabar55
Di sudut kampung Bangunrejo,mabar55 tepatnya di RW 12 Kelurahan Kricak, Kemantren Tegalrejo, Kota Yogyakarta terdapat satu lokasi yang saat ini masih belum dikenal orang. Padahal, di lokasi tersebut terdapat potensi wisata yang luar biasa.
Lokasi yang oleh masyarakat sekitar diberi nama Bendolole itu sekarang masih sangat liar. Banyak sekali pepohonan yang berukuran besar di sekitarnya. Bahkan,tak jarang ditemukan binatang berbisa di sekitarnya.
Menurut Lurah Kricak, Mohammad Ikhwan Pribadi, bendolole adalah pintu saluran air bawah tanah yang masuk ke wilayah dalam Kraton Yogyakarta, bentuknya berupa terowongan dengar lebar dan ketinggian bervariasi dan tentunya sangat panjang karena masuk melingkar di bawah Kota Yogyakarta.
“Aliran air bendolole mulai dari Kelurahan Kricak kemudian ke selatan melalui barat Stasiun Tugu kemudian terus ke selatan, masuk Masjid Gede, masuk lingkungan dalam Kraton, kemudian ke Taman sari. Dari sana kemudian ke selatan, belok ke barat di Mantrijeron, masuk kembali ke Kali Winongo. Peta saluran dari bendolole sampai tamansari tersimpan di Dinas PUPKP Kota Yogyakarta,” jelasnya, Jumat (12/3/2021).
Ia mengungkapkan jika sampai saat ini belum ditemukan catatan pasti mengenai kapan dan oleh siapa saluran air tersebut dibangun. Akan tetapi, lanjutnya, mengingat catatan-catatan sejarah lain kemungkinan besar Bendolole dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I.
“Seiring dengan dibangunnya benteng Baluwarti, tamansari, dan lain sebagainya sebagai respon atas dibangunnya benteng Vredeberg oleh Belanda. Kemungkinan juga memakai tenaga arsitek Portugis sebagaimana benteng Baluwarti yang berasal dari bahasa Portugis Baluarte/Benteng,” ungkapnya.
Dengan demikian, tambahnya, saluran air bawah tanah yang berhulu di Kricak ini difungsikan untuk keperluan pengairan rumah dan fasilitas umum dalam kraton. Namun ada kemungkinan juga sekaligus untuk keperluan pertanahan/militer.
“Sebagai drainase atau keperluan rumah tangga, saluran air utama tersebut kemudian bercabang menjadi saluran-saluran kecil yang mengalir di bawah perumahan dalam Kraton, kemudian kembali ke saluran utama dan sebelum akhirnya kembali ke Kali Winongo,” bebernya.
Sementara secara militer bisa jadi saluran tersebut juga difungsikan untuk jalan rahasia, melarikan diri manakala situasi darurat, jalan keluar masuk rahasia, dan lain sebagainya.
“Jika hal ini benar, maka sangat dimungkinkan juga di beberapa titik terdapat bangunan luas yang difungsikan untuk gudang atau bunker,” katanya.
Ia mengatakan jika saat ini kondisi Bendolole sangat tidak terurus namun masih berfungsi meski jauh dari maksimal. Pintu airnya yang terbuat dari plat baja sudah rusak. Sudah sangat sulit dibuka tutup.
"Akan tetapi manakala banjir terlalu besar, masih diusahakan untuk difungsikan. Di sana juga masih ada petugas penjaga yang menempati “Rumah Dinas”, meski bukan lagi petugas resmi karena petugas resmi sudah wafat tahun 1970-an,” jelasnya.
Dahulu pintu air bendolole dijaga oleh petugas khusus dari kasultanan Yogyakarta. Mendapatkan upah melalui tanah lungguh sekaligus rumah dinas, dan mendapatkan nama gelar abdi dalem. Dari cerita masyarakat, pada masa Sultan Hamengkubuwono IX bertahta, beliau sering sekali mengunjungi Bendolole secara inkognito.
Menutup pembicaraan, Lurah Kricak ini menginginkan adanya revitalisasi terhadap saluran air Bendolole ini. Sebagai upaya menghidupkan kembali saluran air bawah tanah Kota Yogyakarta dimulai dari pintu air Bendolole ini agar dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal, terutama terkait pendidikan, sejarah, kebudayaan, dan pariwisata.
Apabila bisa direvitalisasi, tambahnya, maka saluran air ini akan berujud lorong luas nan panjang. Tentu menjadi daya tarik wisata yang luar biasa. Baik dari wujud fisiknya maupun nilai seninya sebagai warisan budaya leluhur. Sebuah hasil pemikiran dan karya nyata luar biasa leluhur kita.
“Selain itu juga menjadi solusi terhadap ancaman banjir akibat kurangnya resapan air tanah dan kurangnya saluran air menuju sungai di Kota Yogyakarta dan bahkan bisa menjadi objek wisata yang sangat khas, unik, dan bahkan mungkin bisa menjadi warisan dunia,” tandas Ikhwan. (Han)
Besar!(16)
Artikel sebelumnya: Kampung Pancasila Jangan Hanya Berhenti Saat Pencanangan
Artikel selanjutnya: Berdaya Tarik, Wisata Sungai Kian Dilirik
Berita terkait
- Pemkot Yogya Perpanjang Kegiatan Belajar Mengajar di Rumah
- Perekonomian Terangkat Melalui Gandeng Gendong, Empat Warga Cokrodiningratan Kembalikan PKH dan KMS
- UMKM didorong Miliki Izin P-IRT
- Ratusan Siswa Bersaing Di OPSI 2019
- Pemkot Yogya Terima Piagam Penghargaan WTP Kemenkeu
- Ribuan Pecinta Sepeda Lipat Ikuti JI50K
- Safari Ramadhan Di Masjid Fastabiqul Khairat, Walikota Disambut Ratusan Jemaah Masjid Tersebut
- Kelurahan Cokrodiningratan Masuk 5 Besar Lomba Kelurahan Tingkat Regional
- Warga Diajak Tingkatkan Kepedulian terhadap Sampah
- Pastikan Berjalan Lancar, Walikota Pantau Langsung UN
Berita hangat
Rekomendasi berita
Pemkot Raih Predikat Zona Integritas WBK WBBM
Zonasi pedagang atasi kebersihan Malioboro
16 Peserta Paskibraka Kota Yogyakarta, Maju Tingkat Nasional dan Provinsi DIY
Kenalkan Yogyakarta Melalui Tour De Ambarukmo
Berbalut Baju Adat, Anak-anak Rayakan Hari Kartini Kirab Andong Keliling Yogya
Walikota Yogyakarta Sampaikan 12 Point Rekomendasi Hasil Rakernas APEKSI 2019
Ratusan Lansia Rayakan HUT PWRI Ke-57 Tahun
Wawali: Membangun Infrastruktur Yang Mampu Meningkatkan Kesejahteraan UMKM